Saham Berpotensi Delisting? Yuk Kenali Istilah Delisting pada Pasar Modal.

Gambar hanya ilustrasi. Sumber: idxchannel.com 

 

 

Apa Itu Delisting?

Dikutip dari laman Sikapi Uangmu yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan, delisting saham adalah salah satu risiko yang harus dihadapi investor bila memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal. Delisting adalah penghapusan saham emiten atau perusahaan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Proses delisting pun bisa dilakukan oleh perusahaan atau emiten secara sukarela (voluntary delisting) atau terpaksa (force delisting).

Biasanya, delisting saham terjadi karena perusahaan tak lagi beroperasi, mendeklarasikan kebangkrutan, terjadi merger, tak lagi sesuai dengan ketentuan bursa, atau memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup. Artinya, saham yang sebelumnya diperdagangan di bursa akan dihapus dari daftar perusahaan publik. Saham perusahaan tersebut tidak lagi bisa diperjual belikan secara bebas di pasar modal.


Penyebab Delisting

Delisting sukarela (voluntary delisting) adalah delisting saham secara sukarela yang diajukan oleh emiten sendiri karena alasan tententu. Biasanya delisting ini terjadi karena beberapa penyebab diantaranya emiten menghentikan operasi, bangkrut, terjadi merger, tidak memenuhi persyaratan   otoritas    bursa,    atau    ingin    menjadi    perusahaan     tertutup.     Kerap  kali delisting sukarela mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan atau tata kelola perusahaan yang kurang baik. Selain itu, delisting juga bisa terjadi karena volume perdagangan saham yang rendah. Dalam delisting sukarela ini, pemegang saham akan menerima hak- haknya karena ada kewajiban emiten untuk menyerap saham di publik pada harga yang wajar.

Selanjutnya, delisting paksa (force delisting) terjadi ketika perusahaan publik melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang ditetapkan  oleh  otoritas  Bursa. Delisting ini biasanya terjadi karena emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan, dan tidak ada penjelasan selama  24  bulan. Ketika perusahaan tidak memenuhi aturan, maka BEI akan mengeluarkan peringatan ketidakpatuhan. Jika hal ini berlanjut, maka Bursa dapat menghapus saham itu dari pasar saham.

Apa yang Harus Dilakukan Investor saat Sahamnya Delisting?

Apabila kita kebetulan memiliki saham yang ternyata delisting, bagaimana nasibnya? dan apa yang harus dilakukan?

Pada dasarnya, dana tersebut bisa kembali ke pemegang saham, Tetapi pada prosesnya tidaklah mudah. Perusahaan yang bangkrut dan dilikuidasi maka prosesnya harus melalui penetapan pengadilan. Caranya adalah dengan menjual seluruh asetnya dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan (membayar utang). Selanjutnya, pemegang saham adalah pihak paling terakhir yang menerima hasil likuidasi tersebut. Pada praktiknya, jarang terjadi dana hasil likuidasi sampai ke pemegang saham emiten tersebut, karena umumnya dana tersebut akan habis dipakai untuk membayar utang perusahaan terlebih dahulu.

Terdapat dua hal yang dapat dilakukan investor ketika sahamnya terkena force delisting.

1.        Investor dapat menjual saham tersebut di pasar negosiasi

Yaitu pasar di mana efek diperdagangkan secara negosiasi atau tawar menawar. Negosiasi dilaksanakan secara individu, namun proses jual dan beli tetap harus melalui perusahaan sekuritas. Pasar negosiasi memiliki aturan tersendiri yang tentunya tetap berada dibawah pengawasan bursa.

BEI   akan   memberikan   kesempatan   dengan   membuka   suspensi   saham   yang akan delisting dalam waktu tertentu, biasanya beberapa hari. Namun suspensi hanya dibuka di pasar negosiasi. Di dalam rentang waktu tersebut investor disarankan menjual saham yang akan delisting paksa. Hal yang perlu dikhawatirkan oleh investor adalah saham yang akan delisting biasanya adalah perusahaan bermasalah yang harga sahamnya anjlok di pasar negosiasi sehingga meskipun dijual maka belum tentu menarik minat yang mau membeli.


2.        Investor bisa membiarkan sahamnya

Beberapa perusahaan yang delisting biasanya tetap menjadi  perusahaan  publik  dan  bisa relisting kembali walaupun kemungkinannya sangatlah kecil.  Saham  milik  investor tersebut masih    akan    tetap    ada, hanya    saja    biasanya    perusahaan    yang delisting paksa adalah perusahaan bermasalah dan sahamnya tidak memiliki nilai.

OJK sebagai regulator di sektor jasa keuangan telah mengeluarkan POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang bertujuan untuk melindungi investor ritel di pasar modal, mendisiplinkan emiten dan mengakomodir hal-hal baru maupun perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global. Salah satu bentuk perlindungan bagi investor ritel yang tercakup dalam POJK tersebut adalah emiten wajib membeli kembali (buyback) saham dari para investor apabila akan delisting sehingga terdapat jalur/sarana bagi investor untuk menjual kembali saham yang dimiliki.

Contoh Perusahaan yang Delisting

Beberapa contoh perusahaan yang di desleting oleh pihak BEI, diantaranya :

  1. Bank Nusantara Parahyangan Tbk. (BBNP) delisting pada tanggal 02 Mei 2019
  2. Sekawan Intipratama Tbk. (SIAP) delisting pada tanggal 17 Jun 2019
  3. PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk. (TMPI) delesting pada tanggal 11 Nov 2019
  4. Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN) delisting pada tanggal 20 Januari 2020
  5. Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL) delisting pada tanggal 6 April 2020
  6. Cakra Mineral Tbk. (CKRA) delisting pada tanggal 28 Agustus 2020
  7. Evergreen Inevesco Tbk. (GREN) delisting pada tanggal 23 November 2020
  8. BEI PT First Indo American Leasing Tbk. (FINN) delisting pada tanggal 02 Maret 2021

Itulah beberapa contoh perusahaan yang didelisting dari tahun 2019 hingga tahun 2021 yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia).

Gambar hanya ilustrasi. Sumber: bisnismuda.id 

Tips Memilih Perusahaan agar Terhindar dari Delisting

Menurut analis Artha Sekuritas, Nugroho Rahmat Fitriyanto menyarankan investor untuk mencari tahu informasi mengenai emiten lebih dulu sebelum masuk, terlebih untuk investor yang gemar masuk saat IPO. Menurut Nugroho, investor harus mengerti untuk apa saja dana segar hasil IPO digunakan. Begitupun untuk pasar sekunder, katanya, investor harus memperhatikan sejarah perusahaan dari IPO dan bagaimana sepak terjang bisnisnya. Investor yang sudah kadung masuk sudah tidak bisa berbuat banyak. Jika nanti emiten tersebut relisting, investor bisa kembali menjual sahamnya. “Semakin sulit investor untuk melacak kinerja perusahaan,” kata Nugroho.

Sedangkan menurut analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas, merekomendasikan investor untuk memilih perusahaan dengan fundamental yang baik dengan mencatatkan laba serta ada transaksi setiap harinya atau likuid.

 

 

Sumber

idxchannel.com investasi.kontan.co.id kompasiana.com

bisnismuda.id

Next Post Previous Post