Pahami Konsep Sharia Online Trading System

Konsep Sharia Online Trading System

Shariah Online Trading System (SOTS) adalah sistem transaksi saham syariah secara online yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal.

SOTS dikembangkan oleh anggota bursa sebagai fasilitas atau alat bantu bagi investor yang ingin melakukan transaksi saham secara syariah. SOTS disertifikasi oleh DSN-MUI karena merupakan penjabaran dari fatwa DSN-MUI No. 80 tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah. Dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler bursa efek. Fitur utama SOTS adalah sebagai berikut:

  1. Hanya saham syariah yang dapat ditransaksikan.
  2. Transaksi beli saham syariah hanya dapat dilakukan secara tunai (cash- basis transaction) sehingga tidak boleh ada transaksi margin (margin trading).
  3. Tidak dapat melakukan transaksi jual saham syariah yang belum dimiliki (short selling).
  4. Laporan kepemilikan saham syariah dipisah dengan kepemilikan uang sehingga saham syariah yang dimiliki tidak dihitung sebagai modal (uang) transaksi sesuai syariah

Investor saham yang ingin bertransaksi secara syar’i bisa saja mendaftar ke broker saham (perusahaan sekuritas) umum yang tak menyediakan SOTS, alias membuka akun saham non-syariah.

Namun, itu berarti sang investor sendiri yang harus menghafalkan mana-mana saja saham syariah dan senantiasa mawas diri agar tak melakukan transaksi non-syariah.

Sebaliknya, jika investor membuka rekening di sebuah perusahaan sekuritas yang telah menyediakan SOTS, maka ia bisa bertransaksi sesuai syariah dengan lebih nyaman. Tak perlu selalu mencari tahu apakah suatu saham tertentu itu masuk dalam ISSI atau tidak.

Tak perlu juga khawatir kalau dana yang mengendap akan diberi bunga. Bahkan, sejumlah platform trading yang kompatibel dengan SOTS telah dilengkapi pula dengan fitur zakat saham.

Sayangnya, baru ada 13 perusahaan sekuritas yang menyediakan SOTS hingga akhir awal tahun 2019 ini. Ke-13 perusahaan sekuritas tersebut adalah:

  1. PT Phintraco Securities
  2. PT Indo Premier Securities
  3. PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia
  4. PT BNI Securities
  5. PT Trimegah Securities
  6. PT Mandiri Sekuritas
  7. PT Panin Sekuritas
  8. PT Sucorinvest
  9. PT First Asia Capital
  10. PT MNC Securities
  11. PT Henan Putihrai
  12. PT Philip Sekuritas
  13. PT RHB Sekuritas.

Pada faktanya sangat jarang ditemukan perusahaan yang 100% bersyariah, dalam artian setiap aspek bisnis mereka sepenuhnya sesuai dengan syariah. Definisi operasional yang ketat, mengenai apa artinya bisnis yang halal akan membuat kecilnya saham syariah yang ingin diinvestasikan oleh investor.

Dalam buku Sistem Keuangan Islam (Prinsip dan Operasi) yang disusun oleh ISRA (International Sharia Research Academy For Islamic Finance) menyatakan bahwa banyak ulama yang berpendapat bahwa apabila sebagian bisnis terlibat dalam aktifitas yang tidak diperbolehkan, maka tidak sertamerta menjadikan keseluruhan bisnisnya tidak halal. Jadi, keputusan-keputusan syariah tentang saham memang mempertimbangkan realitas saat ini di dalam masyarakat dan kemaslahatan.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang selanjutnya mengahadirkan berapa presentase aktifitas tidak halal yang diperbolehkan. Seperti yang telah tertulis sebelumnya bahwa regulasi nya adalah seperti rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%.

Aturan tersebut yang nantinya membuat klasifikasi saham yang masuk dalam DES (Daftar Efek Syariah). Beberapa upaya lain dalam penerapan prinsip halal melalui SOTS, pertama yakni hanya saham syariah yang bisa ditransaksikan. SOTS mampu mem filter saham yang tidak termasuk dalam ISSI. Ketika saham tersebut bukan kategori saham syariah maka dengan otomatis akan tertolak secara sistem sewaktu investor akan membelinya.

Disisi lain hal tersebut membuat transaksi dan penerapan prinsip halal di pasar modal menjadi mudah. Karena investor tidak perlu repot-repot melihat indeks ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia) yang jumlahnya ratusan untuk memastikan saham yang ingin dibeli masuk kategori tersebut atau tidak.

Tidak diperbolehkannya ada transaksi short selling dan margin trading. Kedua transaksi tersebut merupakan skema jual beli saham yang menarbrak prinsip syariah. Secara umum, praktek short selling adalah transaksi penjualan suatu sekuritas yang pada saat transaksi tidak dimiliki oleh investor penjual.

Konsep dari short selling ini melibatkan peminjaman saham yang investor penjual tidak miliki, menjual saham yang telah dipinjam tersebut, dan kemudian membeli dan mengembalikan saham ketika harganya turun.

Pada prakteknya di pasar saham, investor dapat meminta perusahaan broker untuk meminjam saham yang tidak dimiliki perusahaan tersebut dari orang lain, dan kemudian saham yang dipinjam tersebut ditawarkan di pasar untuk dijual. Investor harus membeli kembali saham tersebut dan mengembalikannya kepada pihak yang meminjamkan saham.

Short selling tidak sesuai dengan prinsip syariah karena menjual barang yang belum dimiliki. Hal tersebut sesuai dengan hadits Rasulullah. Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Selain short selling, transaksi yang tidak bisa dilakukan dengan SOTS adalah margin trading. Karena margin trading merupakan praktek jual beli saham yang memperbolehkan investor untuk meminjam dana dari perusahaan sekuritas dengan tujuan membeli saham suatu perusahaan.

Di pasar yang efisien, tanpa penggelembungan saham, praktek margin trading dapat membuat investor tergiur untuk membeli saham yang memiliki tingkat volatilitas tinggi sebagai portofolio investasinya dengan margin trading biasanya dijadikan sebagai salah satu daya tarik oleh perusahaan sekuritas (broker) guna meningkatkan jumlah investor yang membeli saham melalui jasa yang mereka berikan. Dengan fasilitas margin trading, seorang investor dapat membeli saham melebihi modal yang ia miliki karena ia meminjam modal dari perusahaan sekuritas dengan ketika pengmbalian terdapat bunga setelahnya.

Konsep margin trading dikatan menabrak prinsip syariah karena terdapat aktivitas yang melibatkan unsur riba didalamnya, yaitu bunga pinjaman yang harus dibayarkan oleh investor karena telah meminjam sejumlah dana dengan nilai tertentu kepada perusahaan sekuritas.

Hadirnya SOTS dengan tidak menggunakan konsep margin trading dalam proses transaksi jual-beli saham di pasar modal dapat kita pahami bersama sebagai upaya penerapan prinsip halal dalam pasar modal syariah. Selain hal tersebut, sisi lain dari margin trading adalah penuh dengan resiko cukup besar, Karena membeli saham tidak selalu mendapatkan keuntungan. Sedangkan membayar bunga hutang dari fasilitas margin trading adalah kepastian yang mengikat investor. Apabila gagal bayar maka perusahaan sekuritas akan menjual paksa saham-saham yang dimiliki investor tersebut.

SOTS juga mempunyai prinsip Cash Basis Transaction & Pemisahan Portofolio, salah satu fitur penting dalam SOTS, karena investor tidak dapat bertransaksi melebihi jumlah uang yang dimiliki karena tidak ada fasilitas marjin.

Jika jumlah pembelian melebihi nilai uang yang dimiliki, maka secara otomatis sistem akan menolak transaksi tersebut. Hal ini akan tetap berlaku walaupun investor memiliki jumlah saham yang sangat besar sekalipun karena memang ada pemisahan portofolio dimana saham tidak dapat dinilai sebagai uang. Hanya ada dua cara jika pembelian saham investor melebihi dana yang dimiliki, satu melakukan top up atas cash atau menjual saham yang dimiliki.

Ayo Belajar Investasi!

Next Post Previous Post